Tari galombang adalah salah satu tari
tradisional Minangkabau yang hampir
dimiliki oleh setiap negeri. Tarian ini
selalu ditampilkan pada upacara penyambutan
tetamu yang dihormati seperti Ketua
adat atau Penghulu, Guru Silat, dan Penganten.
Dalam bentuk dua baris berbanjar ke
belakang, tarian aslinya ditarikan oleh puluhan lelaki, ada yang bentuknya
menghadap kepada tetamu satu arah sahaja, dan ada pula yang dua arah. Istilah
dalam tari ini pun bermacam-macam pula, seperti bagalombang (menarikan galombang), galombang duo baleh Tari yang ditarikan 12 orang), galombang manyongsong (dalam bentuk satu arah) , dan galombang balawanan (dalam bentuk dua arah dari pihak tuan
rumah dan dari pihak tetamu). Di Kota Padang tari galombang dua arah ini masih
dikekalkan dalam penobatan Penghulu atau ketua adat di Koto Tangah.
Merujuk pada tajuk tarian ini di mana
kata-kata galombang diambil daripada
alam iaitu air laut yang bergelombang.
Pergerakan tarian yang berawal dari aktiviti silat tersebut tercipta dari
bentuk variasi gerak yang bentuknya seperti gelombang laut.Kemudian dengan
mempergunakan olahan ritma, ruang, dan tenaga, maka terbentuklah pergerakan
tari yang indah. Pergerakan yang terstruktur dengan indah dalam pelbagai tempo
dinamik itu, terkadang dilakukan secara perlahan mengalun lembut, terkadang dalam
tempo yang energik, cepat, kuat, dan tajam. Pergerakan seperti melukis garis di
udara dalam bentuk lurus, bersiku, melengkung dalam volume besar, sedang, dan
kecil.Dipadukan pula dengan aras tinggi, rendah, kuat, lemah, dan sebagainya.
Pergerakan silat yang digunakan sebagai
asas tari galombang sangat terlihat padasikap kaki dan tangan, yang disebut
dengan kudo-kudo, gelek, siku-siku, ambek, tapuak.Sedangkan pergerakan kaki dikenal
dengan langkah
duo dan langkah tigo, dan langkah ampek. Asas-asas pergerakan silat yang
ditarikan oleh banyak penari lelaki dengan pola lantai dua baris berbanjar ke belakang
menghasilkan tarian yang indah. Keindahannya jelas terlihat jika semua penari
serempak bergerak tinggi kemudian merendah, sambil maju dan mundur dengan perlahan,
seperti gelombang air laut.
MID Jamal (1982:21) menjelaskan pula
bahwa; tari Galombang suatu tari
tradisional yang berfungsi sebagai tari
upacara yang di Minangkabau disebut tari adat.
Tari adat ini bertujuan untuk
menyongsong tetamu yang dihormati. Galombang artinya ombak yang
bergulung-gulung menuju pantai. Kata kiasan galombang yang diberikan untuk
sebutan suatu tari tersebut berhubungan dengan peristiwa penyambutan tamu dengan
tarian tradisi Minangkabau, bahwa tamu-tamu yang datang disambut secara bergelombang
atau beruntun dan teratur sampai menuju ke tempat duduknya. Tetamu dibawa
dengan tarian Galombang sampai ke tempat duduknya, seumpama sebuah sampan atau
sekoci dibawa gelombang ke pantai dengan sukacitanya. Pepatah adat mengatakan “samo naiek jo galombang, samo
turun jo sipocong”.
Maksudnya, tamutamu yang datang itu sederajat dengan orang-orang yang menanti.
Kesamaaan derajat ini dibuktikan bahwa di dalam kehidupan ibarat menempuh
gelombang, ada naik turunnya.Naiknya seperti gelombang kelihatan indah,
turunnya seperti sipocong, sipocong kiasan daripada buih yang terlihat sesudah
ombak menghempas di pantai hilang ditelan pasir.
Navis (1986) pernah pula menulis bahwa
tari Galombang lebih merupakan tarian
upacara daripada permainan atau
tontonan, yang dihidangkan pada upacara penobatan Penghulu. Pamerannya terdiri
dari puluhan laki-laki yang terbagi dua kumpulan, yang masing-masing dipimpin
oleh seorang tuo
yang memberikan aba-aba. Setiap
kelompok diiringi dengan bunyi-bunyian telempong dan puput batang tadi.
Keduanya, merupakan pasukan pengawal iaitu pengawal rombongan tamu utama dan
lainnya pengawal tuan rumah yang mengadakan jamuan. Rombongan tetamu, baik yang
membawa marapulai maupun penghulu, datang ketempat penjamuan dengan didahului
penari Galombang yang melangkah dengan langkah permain pencak yang disebut
langkah empat. Setiap hendak membuat langkah maju, mereka bertepuk dengan
aba-aba pimpinannya yang berada di depan, bagaikan dua pasukan pendekar silat
yang hendak bertempur. Gerakan mereka mengembang lepas dengan tangan yang
terbuka serta jari yang melentik. Gerakan badan merendah ketika melangkah kaki
lebar-lebar, lalu meninggi dengan mengangkat sebelah kaki hampir setinggi lutut
seperti alunan gelombang. Alat bunyian talempong mengiringi di belakang. Semua
gerakan tidak menyesuaikan diri dengan irama bunyi-bunyian, melainkan
tergantung pada aba-aba yang membuat improvisasi berdasarkan rasa keindahan.
Kira-kira lima puluh meter dari tempat acara, tetamu dinanti oleh kumpulan penari
dari pihak tuan rumah. Dalam jarak kira-kira sepuluh meter ke hadapan, penari tuan
rumah membuat gerakan mundur. Sedangkan penari daripada pihak tetamu terus maju.
Bezanya dengan pencak, kedua kumpulan tidak melakukan gerakan menyerang atau
menangkis. Gerakan mereka terutama seperti gerakan pemain pencak dan situasi intai-mengintai
langkah lawan. Tepat pada pintu gerbang, janang yang menjadi pemimpin
upacara tampil ke tengah dengan langkah
dan gerakan pencak seolah-olah melerai
perkelahian. Semua penari melakukan
gerakan mundur sampai tamu utama yang
dikawalnya berada di depan mereka.
Selesai itu peranan dipegang pemuka yang dituakan oleh kedua belah pihak. Dan
tarian gelombang pun selesai. Dalam upacara penobatan penghulu tersebut dapat
dijelaskan bahawa tari Galombang merupakan bahagian yang penting dan sangat
mempunyai fungsi dan peranan. Pendapat Navis (1984: 244) yang mengkategorikan
tari galombang ke dalam jenis tari upacara sangat tepat, kerana ditampilkan
pada penobatan penghulu (kepala suku) dan majlis perkawinan yang ditarikan oleh
puluhan lelaki dalam bentuk dua arah atau berlawanan tetapi tidak terjadi pertarungan.
Di Koto Tangah terdapat pula tari
galombang yang sama dengan yang
dideskripsikan oleh Navis di atas,
namun tari galombang di Koto Tangah hanya
diperuntukkan untuk penghulu sahaja.
Fungsi tari Galombang dalam upacara adat
penobatan penghulu sebagai berikut:
1 Galombang hanya ditampilkan untuk penghulu
pucuk sahaja iaitu penghulu yang
terpilih sebagai ketua dari segala
penghulu di nagari tersebut. Jika galombang
ditarikan maka masyarakat akan
mengetahui bahawa tamu yang datang adalah
Penghulu Pucuk. Maka dapat diambil
kesimpulan bahawa tari Galombang
merupakan tari kebesaran Penghulu.
2 Galombang sebagai kehormatan,
masyarakat Koto Tangah Padang yang sangat
menghormati penghulunya, tampa pamrih
apa-apa penari meninggalkan
pekerjaannya demi menyambut penghulu
dengan tarian galombang. Masyarakat
merasa jika tari galombang tidak
ditampilkan ketika penghulu datang pada suatu
upacara adat, maka mereka akan mendapat
bencana. Menari bagi penari galombang adalah sebuah pengakuan untuk menghormati
dan meningkatkan derajat seorang pemghulu dan nagari mereka.
3 Galombang sebagai kekuatan nagari,
dengan menggunakan pisau, dan kedua
kumpulan penari dari tempat yang sama.
Dengan menampilkan pergerakan berupa
silat, maka merupakan kebanggaan bagi
nagari tersebut bahwa mereka mempunyai
anak muda yang dapat membela kampung
mereka. Bentuk pencak silat tidak lagi
dalam hakekat silat adanya
ancang-ancang, kudo-kudo, langkah duo, langkah tigo
dengan kudo-kudo yang berkesan tangkas,
tetapi hanya sebagai memperancak
"pencak" atau memperindah
tari galombang di mana pada mula pencak silat
merupakan identity tarian galombang
yang disebut dengan silek
galombang.
4 Silek galombang mempunyai hakekat
yang sakti iaitu: pertama untuk memagar tamu yang dihormati agar tidak
dimudarati oleh orang lain, kedua untuk mengalihkan
pikiran tamu jika ia berniat jahat
(Bahar Tanjung: Wawancara 17-2-2007). Dengan
memperlihatkan bunga-bunga silat maka
para tetamu akan tertipu, fikirannya yang
jahat menjadi lenyap kerana menyaksikan
pergerakan-pergerakan yang indah yang dilakukan oleh para pesilat/penari.
Pada setiap penampilan tari Galombang
tradisional harus ada sirih lengkap yang akan disuguhkan kepada tetamu. Tujuan
sirih yang lengkap dengan pinang dan kapur sirih, menurut adat menunjukkan
basa-basi atau sopan santun kepada tetamu seperti para ketua adat, pejabat
pemerintah, atau tamu agung lainnya. Tari galombang tradisional ini adalah
terkategiroi pada art
by destination,
iaitu seni yang merupakan produk masyarakat
tempatan yang berfungsi bagi masyarakat
tersebut.
Tari Galombang Kreasi dan
Potensinya Industri Pelancongan
Tari galombang yang sering
dipersembahkan bagi menyambut pelancong adalah
tari galombang kreasi. Pergerakannya
jauh berbeza dengan galombang asli. Tarian
tersebut dominan ditarikan oleh
perempuan. Pergerakannya tidak berkesan maskulin lagi seperti pergerakan silat
namun lebih disesuaikan untuk ditarikan oleh perempuan.
Persembahan tari galombang kreasi ini
penarinya lebih didominasi oleh
perempuan. Meskipun ada beberapa penari
lelaki sebagai pembuka dalam bentuk silat tetapi hanya sebagai intro sahaja di
awal tarian. Kadang kala penari laki-laki sebanyak 2 orang atau 4 orang sahaja
yang berdiri paling hadapan mempragakan pergerakan silat sebagai pembuka
tarian, selepas itu pergerakan tarian dilakukan oleh perempuan hingga tarian
selesai. Perempuan menjadi icon yang sangat penting dalam persembahan tarian galombang
tersebut. Pengalaman penulis ketika memegang entertainment/kumpulan Tari Jurusan
sendratasik UNP (tahun 2000 - 2004). Jika orang meminta tari galombang untuk suatu
majlis selalu menanyakan: apakah penarinya cantik-cantik? Memuaskan konsumen tari
Galombang adalah pekerjaan yang harus dilakukan, supaya order selalu
berdatangan, motivasinya adalah uang.
Menurut Damsar (2006:34) uang bukan sekedar ekspresi simbolik dari aspek-aspek
kehidupan, tetapi uang juga merupakan ekspresi simbolik dari aspek kehidupan
lainnya seperti sosial, budaya, politik dan agama.
Tari galombang kreasi yang didominasi
oleh perempuan yang cantik-cantik dengan pakaian-pakaian adat yang serba keemasan
ini juga seringkali digunakan untuk penyambutan pelancongan. Dalam kehidupan
masyarakat galombang sangat besar maknanya, apalagi dalam upacara perkahwinan,
galombang merupakan simbol kepada tingkatan sosial masyarakat.
Kehadiran tari galombang dalam suatu
majelis perkahwinan akan lebih dinilai sebagai harga diri dan gengsi sosial.
Kemampuan masyarakat kota dalam meresap seni secara artistik adalah yang
berhubungan dengan teks seni, glamour, molek dan cantik untuk ukuran penari.
Disinilah peran koreografer dalam berkreasi sangat ditentukan oleh permintaan
seni persembahan. Semakin artistik karya seni tari yang ditampilkan maka semakin
laris dan muncul kreasi-kreasi yang berorientasi pada selera penikmat atau pemesan.
Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan industri pelancongan, dimana ketika
terjadi kontak antara masyarakat tempatan dengan industri pelancongan maka
seniman akan mencipta seni persembahan yang terkategori kepada art acculturation.
Di sebuah gedung bersiap penari
galombang yang terdiri dari 5 kumpulan,
kumpulan pesilat 4 orang lelaki,
kumpulan penari galombang 10 orang, 4 orang
kumpulan penari jamba, 4 orang penari piring, dan 3 orang
penghantar sekapur sirih.
Kemudian tetamu sampai , bersamaan MC
(pengacara) mengucapkan pantun yang
berbunyi:
Bungo cimpago jo bungo rampai (Bunga cempaka dan bunga rampai)
Hiyasan sanggua bidodari (hiyasan sanggul bidadari)
Jauah bajalan kini lah sampai ( jauh berjalan kinilah sampai)
Bapak lah tibo ditampek kamii (bapak sudah sampai di tempat kami)
Dietong kilek jo piobang (dihitung kilat dan piobang (sejenis
binatang),
Bundo kanduang alah malenggang (bunda kandung sudah melenggang),
Disonsong silek jo galombang (dijemput dengan tari galombang),
Tando rang Minang baralek gadang
(tanda orang Minangkabau pesta besar)
Musik gendang dan tasa diiringi bunyi talempong dan tiupan
sarunai bersamaan
dengan gerakan penari galombang. Empat
orang penari laki-laki dengan barisan 2
berbaris ke belakang, serempak bergerak
pencak yakni meneriakkan ap... sambil
bertepuk, melakukan gerak langkah satu, langkah duo, dan
langkah tigo,
sambil
melangkah ke depan, berputar, disertai
gerak tangan menyiku dan menusuk, kemudian melakukan beberapa variasi gerak
silat seperti menyerang, menangkis, menyepak dan menerjang, yang diakhiri
dengan sambah
hormat kepada kedua tetamu. Gerak yang berkesan
tangkas, gesit, dan tajam tersebut lebih mengutamakan keindahan gerak tarian dari
pada mengekspresi silat Minangkabau yang aslinya. Di belakang menyusul 10 orang
penari wanita, masih dalam pola lantai 2 berbanjar, dengan lembut merentang
kedua lengan ke samping dan perlahan-lahan bergerak ditempat dengan gerak tanang dan simpie. Dengan serentak mereka bergerak maju
dengan gerak anak
main, lapieh jarami. dan lenggang karaie. Di belakang penari itu menyusul pula
4 orang penari wanita yang memegang dulang yang disebut jamba. Dengan lemah gemulai sambil tersenyum
penari
tersebut terus menari ke depan hingga
akhirnya mereka berada pada barisan paling depan pas di depan penganten. Jamba
digerakkan ke atas dan ke bawah, ke kiri ke kanan seperti melukis setengah
bulatan di udara. Di belakang penari jamba terlihat pula 4 orang penari piring
dengan pergerakan yang dinamik dan lincah, harmoni sekali dengan pergerakan penari
jamba dan barisan galombang yang bergerak lemah gemalai. Di barisan paling belakang
dengan perlahan-lahan terus berjalan tiga orang wanita memakai pakaian adat yang
lengkap, salah satunya memegang carano berisikan sekapur sirih yang akan
disuguhkan kepada tetamu.
Tarian yang telah dideskripsikan di
atas adalah tari galombang kreasi yang
didominasi oleh penari wanita. Tarian
seperti itu telah mentradisi pula berkembang di
tengah masyarakat terutama di kota
Padang dan selalu digunakan untuk penyambutan tamu. Tidak hanya untuk menyambut
pelancong, namun juga dipersembahkan untuk menyambut penganten pada majelis
perkahwinan. Bagi acara tertentu di kalangan pejabat pemerintah tari galombang
selalu digunakan untuk menyambut camat hingga Presiden, para pengusaha dan para
wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat khususnya di Kota Padang.
Koreografinya sudah tertata secara profesional, sehingga dapat memberikan
sajian estetis kepada tamu dan merupakan kebanggaan pula bagi yang punya acara
jika dapat menjemput tari galombang untuk disajikan kepada tamunya. Semakin bervariasi
koreografi tari galombang yang ditarikan dalam sebuah pesta, semakin tinggi pula
kebanggaan atau “gengsi” seseorang atau semakin tinggi nilai penghormatan
kepada tetamu.
Pada awalnya gerak-gerak yang terdapat
pada tari Galombang bersumber dari
pergerakan pencak silat iaitu kreasi
dari pelbagai jenis silat Minangkabau. Pergerakan tersebut terdiri dari langkah
duo, langkah tigo, dan langkah ampek. Pergerakan silat tersebut divariasikan
dengan pergerakan tangan dan liukan badan (gelek) dan pelbagai kreativiti sehingga
menjadi sebuah tarian. Bentuk tari galombang tersebut terdapat di
Setiap kenegarian di Sumatera Barat dengan pelbagai
versi, tergantung kepada jenis silat apa yang terkenal di nagari itu.
Para penari yang cantik-cantik itu
tampil dengan pakaian adat Minangkabau yang
penataan busananya hampir sama dengan
pakaian penganten (anak
daro) dengan sunting dan baju penuh
manik-manik. Koreografi tari galombang dari segi desain gerak, pola lantai,
musik, busana, dan tata rias pun memunculkan bentuk-bentuk yang bervariasi pula.
Tari Minangkabau yang didominasi oleh penari remaja berwajah cantik ini disebut
Sal Murgiyanto dengan istilah Tari Minang Molek (Nerosti: 2000). Tari galombang
Minang Molek yang ditarikan oleh banyak
wanita dengan busana keemasan tersebut
sangat diminati oleh masyarakat kota.
Dalam perkembangan seni persembahan, ia dapat
merefleksi ajaran-ajaran tentang tari
yang telah didapati. Lewat refleksi ini diharapkan ia dapat pula mencipta
sesuatu yang baru, karena ada perubahan baik pandangan maupun kedudukannya.
Kesimpulan
(1) Tari galombang pada upacara
penghulu sebagai simbol status sosial adat yang
kuat adalah art by destination .
(2) Berlakunya akulturasi sebagai impak
daripada
berkembangnya industri pelancongan
merupakan potensi yang menjayakan tari
galombang terus menerus berfungsi di
tengah masyarakat Minangkabau yang juga sedang berubah.
(3) Tari Galombang sangat potensi dalam
industri pelancongan, art
by
metamorfosis, yang mengalami perkembangan koreografi,
merupakan faktor profesional yang ditandai dengan kreativiti seorang
koreografer yang dengan arif menyesuaikan dengan perubahan dan kondisi. (4)
Perubahan itu ditandai dengan perubahan ikon lelaki menjadi ikon perempuan
adalah suatu kemajuan yang sangat erat hubungannya dengan intelektual, sosial
budaya dan gaya hidup (status sosial) masyarakat Minangkabau di kota Padang.
Kepustakaan
Amran, Rusli.1981. Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: Sinar Harapan
Damsar. 2006. Sosiologi Uang. Padang: Andalas University Press.
Dieter Evers, Hans dan Korf, Ridger
(2002) Terjemahan Zulfahmi. Urbanisasi di Asia Tenggara:
Makna dan Kekuasaan Dalam
Ruang-ruang Sosial.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Hamka 2006. Islam dan adat Minangkabau. Kuala Lumpur: Pustaka Dini SDN BHD
Hawkins, Alma M. 2002 Moving From Within: A New Method
for Dance Making.Terj.
I Wayan
Dibia. Bergerak Menurut Kata Hati:
Metoda Baru dalam Mencipta Tari. Denpasar: ISI.
Navis, Alam Terkembang Jadikan Guru:
Adat dan kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Press. 1984.
Nerosti. 2000. ”Pertunjukan Tari Minang
dalam Industri Pariwisata di Kota Padang”. Penelitian
Universitas Negeri Padang.
Mansoer, MD. 1970. Sejarah Ringkas Minangkabau. Jakarta: Bhratara
MID Jamal, et al, “ Tari Pasambahan/Gelombang
Di Pesisir Selatan Sumatera Barat”
Laporan Penelitian. Padangpanjang;
Akademi Seni Karawitan Indonesia Padangpanjang, 1982.
Mulyadi. KS (1994), Tari Minangkabau
Gaya Melayu Paruh Abad XX Continuitas dan
Perubahan. Tesis S-2 Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
Royce, Anya Peterson. 1977.
Anthropology of Dance.Indiana: Bloomington
Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia dan
Pariwisata. Jakarta:
MSPI.
Nerosti(1992) “Tari Galombang dalam
Masa Transisi”. Laporan Penelitian. Padang:
Universitas Negeri Padang
Padang Dalam Angka (2006). Padang:
Badan Statistik
Kritik dan Sarannya silakan
1 comments:
Tulisan ini tulisan saya, sayang sekali digunakan oleh diposkan oleh penulisnya tanpa mencantumkan nama saya.
Post a Comment