1.
Suku Korowai
adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya
sekitar 30 tahun yang lalu di pedalaman Papua,
Indonesia dan berpopulasi sekitar 3000
orang. Suku terasing ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon yang
disebut Rumah Tinggi. Beberapa rumah mereka bahkan bisa mencapai
ketinggian sampai 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah salah satu
suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka.Sampai tahun 1970,
mereka tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain kelompok mereka
2.
Dayak atau Daya (ejaan lama: Dajak
atau Dyak) adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada
penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai dan Paser[15] Menurut sensus BPS tahun 2010, suku
bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu
suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan
lainnya (non Dayak dan non Banjar). Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya
Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai,
terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang
membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan
Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun
secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau
Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:
- "Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau),
- "Dayak Darat" (13 bahasa)
- "Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina.
- "Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.
- "Melayik" dituturkan 3 suku Dayak: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Tidung, Kutai, Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) dan Paser (rumpun Barito Raya).
3.
Suku Alas
merupakan salah satu suku
yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh (yang juga lazim
disebut Tanah Alas). Kata "alas" dalam bahasa Alas
berarti "tikar". Hal ini ada kaitannya dengan keadaan daerah itu yang
membentang datar seperti tikar di sela-sela Bukit
Barisan. Daerah Tanah Alas dilalui banyak sungai, salah satu di antaranya
adalah Lawe Alas (Sungai Alas).
Sebagian
besar suku Alas tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan.
Tanah Alas merupakan lumbung padi untuk daerah Aceh. Tapi selain itu mereka juga berkebun
karet, kopi,dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu,
rotan, damar dan kemenyan. Sedangkan binatang yang mereka ternakkan adalah
kuda, kambing, kerbau, dan sapi.
Kampung
atau desa orang Alas disebut kute. Suatu kute biasanya didiami oleh satu atau
beberapa klan, yang disebut merge. Anggota satu merge berasal dari satu
nenek moyang yang sama. Pola hidup kekeluargaan mereka adalah kebersamaan dan
persatuan. Mereka menarik garis keturunan patrilineal, artinya garis keturunan
laki-laki. Mereka juga menganut adat eksogami merge, artinya jodoh harus dicari
di merge lain.
Suku
Alas 100% adalah penganut agama Islam. Namun masih ada juga yang mempercayai praktik perdukunan
misalnya dalam kegiatan pertanian. Mereka melakukan upacara-upacara dengan
latar belakang kepercayaan tertentu agar pertanian mereka mendatangkan hasil
baik atau terhindar dari hama.
Suku Sakai merupakan
salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup di pedalaman Riau, Sumatera.
Suku Sakai merupakan keturunan Minangkabau yang melakukan migrasi ke tepi
Sungai Gasib, di hulu Sungai Rokan, pedalaman Riau pada abad ke-14. Seperti
halnya Suku Ocu (penduduk asli Kabupaten Kampar), Orang Kuantan, dan Orang
Indragiri, Suku Sakai merupakan kelompak masyarakat dari Pagaruyung yang
bermigrasi ke daratan Riau berabad-abad lalu. Sebagian besar masyarakat Sakai
hidup dari bertani dan berladang. Tidak ada data pasti mengenai jumlah orang
Sakai. Data kependudukan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI menyatakan
bahwa jumlah orang Sakai di Kabupaten Bengkalis sebanyak 4.995 jiwa.
Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani.
Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi. Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani.
Asal-Usul
Suku Sakai
Ada yang berpendapat bahwa suku ini
berasal dari keturunan Nabi Adam yang langsung hijrah dari tanah Arab,
terdampar di Sungai Limau, dan hidup di Sungai Tunu. Namun, tidak ada sumber
tertulis pasti tentang asal-usul sesungguhnya suku Sakai ini. Pendapat lain
mengatakan bahwa Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan
orang-orang Melayu Tua. Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu
penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid,
kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka
bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa,
kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang
disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu.
3 comments:
trimakasih ^^
ukuran dan jenis font masih berantakan, tidak sama.
artikel menarik .... Berbagi artikel tentang Suku Dong Bernyanyi di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/12/suku-dong-penggemar-bernyanyi.html
Lihatlah juga videonya di Youtube https://youtu.be/2GWQc1Aq3WE
Post a Comment