B A B I
P E N D A H U L U A N
P E N D A H U L U A N
1.1
LATAR BELAKANG
Reformasi
menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi
causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi kepemimpinan
yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang
mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya
kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia
1945. Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945
bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam
pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses
pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian
bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk
legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional
rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal
itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD yang all size
itu akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.
Keberadaan
UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak
sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan
bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan
konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara
yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga
negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu
agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa
Realitas
yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam
setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara
mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam
situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik
dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan
dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga
masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia
kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
Dengan
melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah
rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan
sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah
mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat
berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi
menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
·
Apakah
pengertian negara itu ?
·
Apakah
pengertian konstitusi itu ?
·
Bagaimanakah
hubungan antara negara dan konstitusi ?
·
Bagaimana
keberadaan Pancasila dan konstitusi di Indonesia ?
1.3
TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk
mengetahui pengertian dari negara.
2) Untuk
mengetahui pengertian dari konstitusi.
3) Untuk
mengetahui hubungan antara negara dan konstitusi.
4) Untuk
mengetahui keberadaan Pancasila dan konstitusi di Indonesia.
1.4
MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang
diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Menambah
pengetahuan kita tentang pengertian suatu negara.
2) Menambah
wawasan kita tentang pengertian konstitusi.
3) Kita menjadi
tahu bagaimana hubungan antara negara dan konstitusi.
4) Kita tahu
keberadaan Pancasila dan konstitusi di negara kita.
B A B II
P E M B A H A S A N
P E M B A H A S A N
2.1
PENGERTIAN NEGARA
Negara
merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia
yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan
mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi
negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada
organisasi-organisasi lain (keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan
organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari
masalah kenegaraan). Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu
organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan
yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang
organisasi-organisasi lainnya.
Terdapat
beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara. Elemen-elemen
tersebut adalah :
1.
Masyarakat
Masyarakat merupakan unsur
terpenring dalam tatanan suatu negara. Masyarakat atau rakyat merupakan suatu
individu yang berkepentingan dalam suksesna suatu tatanan dalam pemerintahan.
Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu
kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut
ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus
menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu
penolong bagi ilmu hukum tata negara.
2.
Wilayah
(teritorial)
Suatu negara tidak dapat berdiri
tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan
batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan,
artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau
sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara. Apabila mengeluarkan
peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang
yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar berada dalam suatu
negara tertentu apabila melampaui batas-batas wilayahnya setelah berhadapan
dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi berbagai kewajiban yang
ditentukan.
Paul Renan (Perancis) menyatakan
satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah
keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer
menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu
negara.
3.
Pemerintahan
Ciri khusus dari pemerintahan dalam
negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan
atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada
dalam wilayah negara.
Ada empat macam teori mengenai suatu
kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum
dan kedaulatan rakyat.
1)
Teori
kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit)
Teori
kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap kekuasaan
pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan Belanda, Raja
atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan “bij de
Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa Penakluk dari
suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.
2)
Teori
kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)
Teori
kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit) menganggap sebagai suatu axioma yang
tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang
berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu
negara.
Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan
Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan
kedaulatan
negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun.
Pemerintah adalah “alat negara”.
3)
Teori
kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit)
Teori
kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam
negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die
Moderne Staats Idee.
4)
Teori
Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit)
Teori
Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu negara
didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis) menyatakan
apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara seluruh
rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara.
Di dalam perkembangan sejarah
ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4 bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah,
pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan Internasional (secara de facto
maupun de jure).
2.2
PENGERTIAN KONSTITUSI
Kata
“Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer”
(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian
konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan
perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu
berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum.
Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
Menurut
Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution dapat
dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the
the operation of an organization” Organisasi
dimaksud
bera¬gam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk
organisasi, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi
atau Undang-Undang Dasar.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai
penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan
secara luas dalam hukum konon untuk menandakan keputusan subsitusi tertentu
terutama dari Paus.
Konstitusi pada umumnya bersifat
kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan
suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi
harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal).
Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi
pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas
strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula
arti konstitusi ekonomi.
Konstitusi
memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution)
dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti
halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan
“Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam
karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua
negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Di beberapa
negara terdapat dokumen yang menyerupai konstitusi, namun oleh negara tersebut
tidak disebut sebagai konstitusi. Dalam buku yang berjudul The Law and The
Constitution, Ivor Jenning menyebutkan di dalam dokumen konstitusi tertulis
yang dianut oleh negara-negara tertentu mengatur tentang:
1. Adanya wewenang dan tata cara
bekerja suatu lembaga kenegaraan.
2. Adanya ketentuan hak asasi yang
dimiliki oleh warga negara yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah.
Tidak semua
lembaga-lembaga pemerintahan dapat diatur dalam poin 1 dan tidak semua hak-hak
warga negara diatur dalam poin 2. Seperti halnya di negara Inggris.
Dokumen-dokumen yang tertulis hanya mengatur beberapa lembaga negara dan beberapa
hak asasi yang dimiliki oleh rakyat, satu dokumen dengan dokumen lainya tidak
sama.
Ada
konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi
yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti
uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru
236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal,
di Eropa, belanda 210 pasal.
Konstitusi terpendek adalah Spanyol
dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal
46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.
2.2.1
TUJUAN DARI KONSTITUSI
Pada umumnya
hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang
penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat.
Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum
tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat
dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Konstitusi juga memiliki tujuan yang
hampir sama deengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
1) Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan
dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2) Hubungan antar lembaga negara
3) Hubungan antar lembaga
negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4) Adanya jaminan atas hak asasi
manusia
5) Hal-hal lain yang sifatnya mendasar
sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin
banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin bahwa
konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki
lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan
yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam
konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi
manusia yang diatur diluar
konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di
dalam konstitusi.
Dengan
demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di luar konstitusi
yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada
konstitusi.
Konstitusi
selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton menyatakan
“Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power
of words engrossed on parchment to keep a government in order. Untuk tujuan to
keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa,
sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan
dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini
secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan
peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
2.2.2
KLASIFIKASI KONSTITUSI
Hampir semua
negara memiliki kostitusi, namun antara negara satu dengan negara lainya tentu
memiliki perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi
dari konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau
hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang
mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan
lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern
Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi sebagai berikut :
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi
tidak tertulis (written constitution and unwritten constitution)
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi
rigid (flexible and rigid constitution)
Konstitusi fleksibelitas merupakan
konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok :
1.
Sifat
elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .
2.
Dinyatakan
dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-undang.
c. Konstitusi derajat tinggi dan
konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme constitution).
Konstitusi derajat tinggi,
konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan
perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang
tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara
Kesatuan (Federal and Unitary Constitution)
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial
dan pemerintahan Parlementer (President Executive and
Parliamentary Executive Constitution).
Dalam sistem pemerintahan
presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:
1.
Presiden
memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan
sebagai Kepala Pemerintahan.
2.
Presiden
dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
3.
Presiden
tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan
pemilihan umum.
Berlakunya
suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara
itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu
adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang
menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para
ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar
dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara
demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent
power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang
diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power
berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi
merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi
atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan
perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal,
maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang
Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Dengan
ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi Pemerintahan
Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and
Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan
Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam
tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri pemerintahan
parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem
konstitusi campuran.
2.3
HUBUNGAN NEGARA DENGAN KONSTITUSI
Berhubungan
sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar
negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam
pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam
Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada
dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
2.4
PANCASILA DAN KONSTITUSI DI INDONESIA
Seperti yang
kita ketahui dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filosofische
grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pada masa lalu timbul suatu
permasalahan yang mengakibatkan Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk
mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi
idiologi tertutup. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa pancasila berada
di atas dan diluar konstitusi. Pancasila disebut sebagai norma fundamental
negara (Staatsfundamentalnorm) dengan menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans
Nawiasky.
Teori Hans
Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai
validitas yang membentuk piramida hukum (stufentheorie). Salah seorang tokoh
yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans Kelsen, yaitu Hans
Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenufbau der
rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah :
1.
Norma fundamental
negara (Staatsfundamentalnorm);
2.
Aturan dasar
negara (staatsgrundgesetz);
3.
Undang-undang
formal (formell gesetz); dan
4.
Peraturan
pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).
Staatsfundamentalnorm adalah norma
yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar
(staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu
Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. .
Berdasarkan
teori Nawiaky tersebut, A. Hamid S. Attamimi memban-dingkannya dengan teori
Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Attamimi
menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori
Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum Indonesia adalah :
1) Staatsfundamentalnorm
: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2) Staatsgrundgesetz
: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.
3) Formell
gesetz : Undang-Undang.
4) Verordnung
en Autonome Satzung : Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga
Keputusan Bupati atau Walikota.
Penempatan
pancasila sebagai suatu Staatsfundamentalnorm di kemukakan pertama kali oleh
Notonagoro. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk
mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum
positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka
pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Pancasila.
Dengan
menempatkan pancasila sebagi Staatsfundamentalnorm, maka kedudukan pancasila
berada di atas undang-undang dasar. Pancasila tidak termasuk dalam pengertian
konstitusi, karena berada di atas konstitusi.
Yang menjadi
pertanyaan mendasar sekarang adalah, apakah pancasila merupakan
staatsfundamentalnorm atau merupakan bagian dari konstitusi ?
Dalam pidatonya, Soekarno
menyebutkan dasar negara sebagai Philosofische grondslag sebagai fondamen,
filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan bangunan
negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung atau
pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.
Jika masalah
dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag ataupun
Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam
Jakarta yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang
merupakan Philosofische grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh
nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara
Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.
B A B III
P E N U T U P
P E N U T U P
3.1
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Negara merupakan
suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang
secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan
mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
2. Konstitusi diartikan
sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang
berdirinya suatu negara.
3. Antara negara dan konstitusi mempunyai
hubungan yang sangat erat. Karena melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga
melaksanakan dasar negara.
4.
Pancasila merupakan
filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pancasila
sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan
Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai
konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia.
3.2
SARAN
Kepada para pembaca kami menyarankan
agar lebih banyak membaca buku yang berkaitan dengan Negara atau Konstitusi
agar lebih memahami kedua hal tersebut.
D A F T A R P U S T A K A
1.
Nasution,
Mirza. NEGARA DAN KONSTITUSI. 2004
2.
Wheare, K.
C. 2004. Konstitusi-konstitusi Modern Surabaya : Pustaka Eureka.
3.
Busroh, Abu
Daud. 2005. Intisari Hukum Tata Negara Perbandingan Konstitusi Negara. Jakarta
: Bina Aksara
D A F T A R I S I
BAB
I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusahan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
BAB
II
P E M B A H A S A N
2.1 Pengertian Negara
2.2 Pengertian Konstitusi
2.2.1
Tujuan dari Konstitusi
2.2.2
Klasifikasi Konstitusi
2.3 Hubungan Negara dengan Konstitusi
2.4 Pancasila dan Konstitusi di Indonesia
BAB
III
P E N U T U P
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTARPUSTAKA
0 comments:
Post a Comment