Monday, 27 August 2012

Pengertian dan Peranan Ideologi Menurut Para Ahli


Posted on 17 Januari 2012 by Pakde sofa
Pengertian dan Peranan Ideologi
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi tentunya sangat berbeda dibandingkan dengan binatang atau makhluk lainnya. Kesempurnaannya manusia menyatu dalam potensi yang dimilikinya, yaitu memiliki akal-pikiran, nurani dan budi pekerti. Petensi tersebut menyempurnakan fisiknya, sehingga dapat mengarungi hidup dan kehidupannya secara lebih ber-budaya. Perkembangan budaya manusia menekan nalurinya seminimal mungkin, sehingga mampu berperilaku secara manusiawi.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya peranan manusia sebagai pelaku utama sangat penting. Berkaitan dengan kompleksitas kepentingan dan kebutuhan manusia (individu) atau warga negara, maka harus dijembatani dalam kesamaan visi yang menjadi barometer, landasan falsafah untuk keberlangsungan hidupnya sekaligus berfungsi sebagai dasar dan cita-cita/tujuan yang hendak dicapainya.
Apa arti Ideologi?
Istilah ideologi dalam bahasa Yunani disebut idein, artinya melihat (idea) yang berarti juga raut muka, gagasan, buah pikiran, dan logika. Disebut ideologi apabila ide atau gagasan itu dijadikan sebagai suatu sistem nilai yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bersikap dan bertindak. Ideologi erat kaitannya dengan pemikiran, nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, individu atau kelompok sosial. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan. Dengan demikian, ideologi yang menunjukkan tatanan kehidupan sangat diperlukan, karena meruapakan sebuah lukisan “keutuhan” keseluruhan masyarakat, termasuk kaitannya dengan political will masyarakat. Antara ideologi dan keyakinan politik memiliki kaitan signifikan, ideologi sebagai ekspresi keyakinan politik sekaligus sebagai tolok ukurnya yang dijadikan sandaran fondasi berpolitik.
Munculnya ideologi tentunya tidak terjadi secara instan, tetapi melalui proses yang cukup panjang. Berkaitan dengan hal ini, David E Apter dalam bukunya Politik Modernisasi (1987, hal 333-334). Menjelaskan pertumbuhan ideologi dalam beberapa tahapan, sebagai berikut:
Tahap pertama, ada pertumbuhan bayangan ganda (multiple images) yang dianut oleh elite dan counter elite penguasa. Bayangan ganda ini cara-cara yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang berbeda di masyarakat dalam mengamati sosok yang berbeda dari peristiwa yang sama, memberi bobot yang berbeda terhadap apa yang mereka amati, dan memperoleh kesimpulan yang berbeda. Pada awal proses tersebut, bayangan-bayangan saling bisa diterjemahkan, yang satu kedalam yang lain, sehingga dimiliki persamaan umum tentang makna.
Memang sangat beralasan apabila ditinjau dari perspektif politik, munculnya ideologi memiliki signifikansi dengan siapa ideolog yang menggulirkan ide-gagasan tersebut. Karena secara riil penguasa atau pihak yang mempertahankan status quo memiliki politicall power serta pengaruh (influence) pembasisan, maka sangat beralasan apabila ideologi dalam pertumbuhannya dipenetrasi oleh elite atau counter elit. Namun, walaupun demikian ideologi akan diuji kekuatan riil apakah mampu sebagai “perekat” yang dijadikan penguasa atau justru sebaliknya menimbulkan permasalahan baru.
Siklus hubungan dengan masalah dan peristiwa-peristiwa lain dan mendeskripsikan satu periode dengan makna lama yang berubah dan rakyat menjadi reseptif terhadap makna baru. Tafsiran selektif atas “dasar ideologi” justru menciptakan, bahkan memperbesar keluhan. Keluhan menjadi momok yang menghantui kiprah dan gerak masyarakat atau yang dimitoskan tetapi membelenggu, menjadi satu warisan dengan derajat ketetapan yang sulit dihilangkan. Dampaknya timbul keluhan masyarakat sehingga menimbulkan kebencian. Di satu sisi kebencian atas kegagalan diarahkan para pemimpin politik terhadap proyek luar, terutama rejim sebelumnya atau kekuatan yang menjajah sebelumnya. Periode realisme pendorong memberikan peningkatan baru dari diri serta janji pelepasan dari kebencian diri dan keraguan sosial. Para pemimpin politik yang tampil pada khususnya, akan menterjemahkan bagaimana kondisi-kondisi keterbelakangan dengan mencela eksploitasi atau penekanan dari luar. Hal inilah salah satu alasan kuat sosialisme sebagai satu ideologi khususnya di wilayah-wilayah sedang berkembang, karena sanggup menjelaskan sebab keterbelakangan. Keterujian realisasi ideologi di masyarakat inilah yang menjadi dasar terjadinya tahapan selanjutnya.
Tahap Kedua, dalam lingkaran presepsi yaitu berjalannya prinsip ingatan selektif (selective recall). Wilayah wacana yang penuh makna menyusut hanya karena sosok yang menonjol dari masing-masing bayangan ganda tetap ada; makna kontekstual hilang. Tahap ini menekankan bagian-bagian tidak kesepakatan sebelumnya mulai gagal untuk saling berdialog. Ketidaksepakatan menjadi pusat antar hubungan. Setelah beberapa waktu, apa yang disebut ambang relatif (relative threshold) berlalu. Apa yang diingat secara selektif kini menjadi baris realita yang dirasakan, dan tidak ada jalan kembali ke tahap sebelumnya. Dialog asli antara kelompok-kelompok yang bertentangan dalam suatu sistem merupakan kehilangan yang tak dapat diperoleh kembali. Masing-masing sisi melihat sudut pandang sisi yang lain hanya cukup untuk mengesahkan posisi yang baru-baru ini dipegang.
Pada tahap tersebut, ideologi mulai bergeser dari makna sebenarnya sehingga menjadi kehilangan arah dan ruhnya. Pendek kata hanya merupakan kemasan yang membelenggu serta sangat jauh dan kontradiksi dengan realitas kehidupan masyarakat, tidak lagi sebagai fondasi yang membawa masyarakat untuk hidup dalam tatanan ideologi itu. Sehingga terjadi pengumpulan makna pertikaian ideologis ini oleh para individu kunci untuk melihat secara lebih jelas tingkah laku antagonistik di dalam konteks teoritik yang lebih luas. Pencarian makna seperti itu menentukan tujuan-tujuan, mengidentifikasi teman-teman, dan mencela musuh-musuh. Ini periode hortatory realism (realisme pendorong). Berikutnya datang periode yang dapat disebut periode fantasi politik (political fantasy). Periode diiringi dengan keranjingan ideologis yang berpadu dengan pengertian-pengertian simplistik tentang bagaimana memecahkan problema. Bakat khusus pemimpin kharismatik untuk manipulasikan fantasi politik inilah yang lupa bertindak menciptakan nilai-nilai kesempurnaan yang baru.
Namun, pada tahapan ini muncul elemen utopis, maka periode fantasi politik mulai pada saat ini, pemimpin politik menempatkan bersama program-program yang diidealisasikan dengan kemajuan. Digambarkan suatu masyarakat baru. Kualitas jangka panjang diperkenalkan dalam limit waktu yang tidak terbatas, sehingga kebanyakan pemimpin politik menerapkan utopis yang menduga bahwa fantasi politik dalam kombinasi suatu penjelasan yang masuk akal mengenai pengalaman serta peningkatan secara moral pemecahan secara sosial dalam mengklaim kewenangan terhadap aturan.
Tahap terakhir, pembentukan ideologi ialah periode realisme praktis (practical realism), dengan konsensus yang bekerja atas integrasi peran-peran tercermin dalam kemiripan pandangan umum. Pentingnya proses ini bayangan ganda, ingatan selektif, ambang realtif, realisme pendorong, fantasi politik, dan realisme praktis ialah bahwa ia mengkaitkan ideologi dengan kesadaran. Kesadaran akan keluhan dan konflik, yang secara bertahap diartikulasikan dengan cara sebegitu rupa sehingga isu-isu terpolarisasi dan menajam. Isu-isu ini bisa mewujudkan perasaan moral yang sangat kuat yang melekat pada indetitas individu dan solidaritas komunitas. Kalau satu ideologi bisa dikaitkan dengan pengertian-pengertian tersebut seperti inilah maka ia bisa menjadi satu faktor dalam mengabsahkan kewenangan. Jika tidak, satu ideologi hanyalah sekedar tetap sekelompok gagasan tertentu tanpa mempunyai banyak konsekuensi politik. Para realis mendorong menentukan norma-norma moral yang baru. Fantasi politik memperkenalkan kualitas jangka panjang yang telah digambarkan sebagai agama atau keyakinan politik kalau suatu periode realisme praktis menyusuli, begitu pula dalam bentuk sinisme politik. Lalu ideologi terpecah kedalam lingkaran konflik yang baru di mana bayangan ganda terbentuk.
Dengan demikian Apter mamandang bahwa ideologi yang lebih “vulgar”, yang lebih simplistik dengan sasaran-sasaran programatik yang bergaya, merupakan ideologi yang bedampak paling besar. Hal ini juga menunjukan kaitan erat dengan agama politik dan bisa terdiri dari dogma agama politik. Ideologi modernisasi yang paling efektif, dalam pengertian ini, adalah protestanisme dari Calvin dan marxisme. Keduanya telah mengintegrasikan nilai-nilai kesempurnaan dan nilai-nilai instrumental sehingga saling memperkuat satu sama lain.
Sebagaimana deskripsi beberapa tahapan di atas, maka pada proses pembentukan itu ideologi seharusnya memiliki hubungan yang baik dan menyenangkan antara tipe kewenangan dalam sistem dengan penggunaannya untuk membentuk ideologi itu. Sistem rekonsiliasi cenderung tidak tahan pada ideologi sebegitu rupa sehingga keluhan-keluhan tidak pernah benar-benar mencapai tahap di mana individu bisa melapaui ambang relatif atau keadaan yang semu. Kalau sistem rekonsiliasi harus tidak membuktikan responsif dan menempatkan alienasi, maka mungkin suatu ambang relatif bisa terlapaui, dan setelah itu keluhan-keluhan akan menjadi fundamental dan landasan bagi sekelompok nilai-nilai kesempurnaan yang baru. Pada tahap inilah agama atau keyakinan politik sangat penting untuk para pemimpin. Ideologi harus ditujukan untuk mencapai tujuan perubahan yang lebih ideal, yaitu tercapainya tatanan kehidupan ideal yang mampu menjembatani berbagai kebutuhan serta kepentingan masyarakat penganutnya. Dengan demikian ideologi harus mengindari manipulasi yang mengelabui atau merugikan masyarakat. Ideologi jangan dijadikan dogma-dogma yang menipu, menyesatkan, serta menapikan aspek manusiawi dan kesadaran manusia, tetapi ideologi harus sebagai formula keahlian intelektual dalam analisa dengan pencarian yang pasti untuk menopang perubahan masyarakat.
1. Pengertian Ideologi Menurut Para Ahli
Untuk lebih memahami tentang pengertian ideologi itu, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian ideologi menurut para ahli :
§ Traccy, “Ideologi adalah suatu sistem penilaian mengenai teori politik, sosial budaya dan ekonomi”.
§ Karl Mark, Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah.
§ Ensiklopedia Polpuler Politik pembangunan Pancasila, ideologi merupakan cabang filksafat yang mendasari ilmu-ilmu seperti sosiologi dan politik.
§ Menurut Frans Magnis Suseno (1989. hal: 50-51). Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan berupa cita-cita sebuah kelompok yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Ideologi tertutup adalah musuh tradisi. Kalau kelompok itu berhasil merebut kekuasaan politik, ideologinya itu akan dipaksakan pada masyarakat. Pola dan irama kehidupan norma-norma kelakuan dan nilai-nilai masyarakat akan diubah sesuai dengan ideologi itu. Ideologi tertutup biasanya bersifat totaliter, jadi menyangkut seluruh bidang kehidupannya. “Dengan ideologi disini dimaksud segala macam ajaran tentang makna kehidupan, tentang nilai-nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
§ Kenet R Hoover menyatakan bahwa ideologi merupakan bagian yang sangat mendasar dari kehidupan politik. Menurut beliau :
Generally, an ideology consist of idea about how power in society ought to be organized. These ideas are derived from a view of the problems and possibilities inhernt in human nature in its individual and social aspects….ideology is a crucial part of political life. (2004. hal:4-5)
§ David E Apter mengatakan “ ideologi mencakup lebih dari sekedar doktrin. Ia mengaitkan tindakan-tindakan yang khas dan praktek-praktek duniawi dengan sejumlah makna yang lebih luas, yang memberi penampakkan tingkah laku sosial lebih dihormati dan dihargai. Ideologi politik merupakan penerapan dari preskripsi moral tertentu terhadap kolektivitas. Setiap ideologi bisa menjadi politis. Hegerialisme menjadi pembenaran ideologis bagi negara Prusia. Marxisme-Leninisme adalah ideologi masyarakat komunis. Klaim pokok atas kedua superioritas ini terletak pada hubungan yang diduga terdapat antara perkembangan keadaan manusia yang lebih tinggi dengan bentuk-bentuk proses produktif yang lebih jauh lagi berkembang. (hal:327-328. 1987).
Dalam pandangan Apter, sebuah ideologi biasanya terdiri dari pemikiran-pemikiran tentang bagaimana untuk mengatur kekuasaan yang ada didalam masyarakat. Beliau lebih memandang identitas dan karakteristik dari kondisi manusia, sekalipun hal ini merupakan suatu penyangkalan bahwa semua orang berbagi sifat yang biasa. Karakterisasi kehidupan tersebut menggunakan gambaran tentang hubungan kekuasaan antara individu dan masyarakat. Namun Frans Magnis Suseno lebih memandang secara filsafat, dalam pandangannya meskipun ideologi tidak lepas dari masyarakat, namun harus dibedakan daripadanya karena juga bekerja dalam bentuk abstrak, sebagai keyakinan atau kepercayaan seseorang yang dipegangnya dengan teguh, kekuatan ideologi terletak dalam pegangannya terhadap hati dan akal kita. Merangkul ideologi berarti meyakini apa saja yang termuat di dalamnya dan kesediaan untuk melaksanakannya.ideologi memuat agar orang mengesampingkan penilainnya sendiri dan bertindak sesuai dengan ajarannya. Di sini dimaksudkan bukan hanya ideologi dalam arti keras dan tertutup, melainkan setiap ajaran dan kepercayaan yang memenuhi definisi di atas. Agama pun dapat dikelompkkan di sini.”
Kenneth R. Hoover (1994) lebih melihat bahwa tentang spektrum ideologis itu, sisi yang terletak disebelah kiri dihubungkan dengan keyakinan bahwa persamaan antara orang-orang lebih penting daripada perbedaannya. Dan sisi yang terletak disebelah kanan dihubungkan dengan keyakinan bahwa perbedaan lebih penting daripada persamaan. Kemudian mengenai kajiannya secara sistemik, elemen-elemen dari setiap ideologi digambarkan diantara warga negara dan masyarakat. Ideologi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan politis. Masyarakat modern membangun struktur otoritas yang sangat besar pada konsep kekuasaan yang berasal dari ideologi. Dalam cakupan sistem, ideologi mencakup pemikiran-pemikiran dari ilmu ekonomi, sosiologi, politik dan filosofi yang menyediakan tema-tema intelektual yang bergabung dari suatu kultur. Kita tidak bisa menentukan secara meyakinkan mengenai apakah pemikiran-pemikiran ini memang benar-benar menentukan tindakan kita, tetapi tidak ada keraguan bahwa setiap tindakan itu selalu terhubung dengan pemikiran.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, pokok persoalan ideologi-ideologi dapat ditemukan dalam koridor pertanyaan simpel menyangkut kebebasan dan otoritas (freedom and authority). Karena pada dasarnya manusia memiliki hak kebebasan yang menyatu dengan kewajibannya, apa yang menapikan kebebasannya itulah batasan kebebasan apa yang dilakukannya. Beberapa ideologi diorientasikan untuk kekuasaan negara. Namun, berkaitan dengan perilaku politik, ideologi berjalan secara bebas pada pertimbangan atas golongan, kepentingan pribadi dan dinamika politik-birokrasi. Kemudian dalam kaitannya dengan suatu keputusan, ideologi dapat memaksa pandangan dan kehendak banyak orang kepada pokok persoalan tertentu, dan ideologi juga mampu mempengaruhi keputusan-keputusan dalam pemungutan suara. Dengan demikian secara lebih luas ideologi tidak hanya mampu merasuk dalam pemikiran orang banyak, tetapi meresap terhadap aspek jiwanya yang akan tampak dalam tidakan dalam kesehariannya.
2. Peranan Ideologi
Apa ideolog itu?
Peran ideologi tentunya memiliki signifikansi dengan ideolog yang mencipta ideologi itu. Dalam kaitan ini paling tidak ideolog sebagai orang berjasa dalam menyalurkan gagasan untuk masyarakat, bangsa dan negara tertentu. Ideolog adalah orang yang mampu untuk melihat keadaan kemarin, sekarang dan masa depan dengan jangkauan pemikirannya. Sebagaimana dikatakan David E. Apter bahwa ideolog “merupakan orang yang membuat intelektual dan moral melompat ke depan, melalui pengetahuannya yang superior, pandangannya harus berlaku”. (1987. hal:327-328).
Ideologi mempunyai peranan urgen untuk kemajuan bangsa, karena melalui eksistensi ideologi, maka suatu bangsa akan memiliki motivasi tinggi dalam hidup dan kehidupannya, sehingga mampu mewujudkan cita-cita dan tujuannya. Apabila bangsa itu tidak mempunyai ideologi, maka bangsa tersebut dikatakan tidak memiliki tujuan yang jelas atau meskipun bangsa itu mempunyai tujuan, tetapi mereka tidak mau mencapainya. Secara ideal maka ideologi itu harus dinamis, terbuka dan tidak kaku (rigid) atau membelenggu hidup dan kehidupan masyarakat apalagi hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan para penguasa.
Secara historis masyarakat dan bangsa tentunya tidak lepas dari dinamika sosial dan politik yang terjadi. Keinginan dan tujuan manusia yang selalu menuju yang ideal tentu sangat memerlukan perekat ideologi. Sehingga Parker dan Jrlinmek (R.E Gross dan Thomas L. Dynneson: 191: 1999) ‘Think globally while acting locally’ . Pendapat tersebut mengisyaratkan agar di zaman globalisasi yang merupakan buah dari akal budi manusia ini kita harus mampu untuk berpikir global dan bertindak secara lokal atau spesifik. Urgensi ideologi dalam hal ini tentunya akan senantiasa diuji dalam dirinya serta realisasinya. Secara umum peran ideologi dalam politik dapat dijelasakan dalam batasan-batasan berikut:
§ Sebagai visi yang hendak dicapai oleh bangsa
Nilai fundamental yang dapat mengatur dan mengarahkan masyarakat dalam mencapai tujuan ideal bangsa.
§
§ Mampu menjadikan perekat yang memperkuat persatuan dan kesatuan masyarakat bangsa.
Pada masa modernisasi memang persoalan kegoncangan ideologi merupakan masalah umum. Secara khusus hancurnya tradisi kewajiban sudah terjadi sangat general di berbagai komunitas. Kondisi demikian sebagaimana peralihan atau tahapan yang dikemuakakan Alvin Topler mulai dari masyarakat tradisional, industri dan era teknologi informasi. Pengelompokkan korporasi di masyarakat yang sedang menjadi industri menjadi unit kontinuitas, dengan peran individu yang diturunkan dari padanya. Peran-peran bersifat birokratik, diatur oleh perusahaan tertentu dan memperoleh kewajian-kewajiban dari sekelompok aturan perusahaan tersebut.
Apabila ikatan-ikatan pribadi diperlemah dan kewajibannya itu sendiri tidak, maka akan menjadi semakin kontraaktual, teratur dan kuat. Peran-peran tersebut dikatakan sebagai karir atau profesionalisasi. Dalam pandangan Kenneth R. Hoover (1994. Hal 336), :
“Para pemegang peran inilah yang menjadi anggota kemampanan dalam periode modern, dengan seluruh pernik-pernik profesionalismen: kode etik; sekelompok klub atau asosiasi yang mewujudkan kode dan standar tingkah laku; dan kekuasaan untuk mempengaruhi kondisi-kondisi penerapan. Peran karir mempunyai kekuasaan, tetapi jarang peran kekuasaan perse. Pada sisi positifnya, profesionalisme menghasilkan kerendahan hati dan disiplin pada rakyat yang menyebabkanya dicap”manusia organisasi” dengan semua implikasi negatif dan positif dari ungkapan tersebut. “Peran-peran karir birokratik dan peran-peran profesional tipikal masyarakat industri”.
Apabila jaringan kewajiban pembentuk masyarakat terpecah di dalam satu periode perubahan, aspek pemeliharaan dari eksistensi manusia perasaan atau keyakinan (trust) menerima warisan dari masa lampau harus secara hati-hati diantisipasi dan dijaga. Karena apabila warisan tersebut hilang, akan berakibat pada suatu keasyikkan yang mendalam dengan diri dan penonjolan diri dan sama sekali membunuh proyeksi manusia dalam menciptakan dan mencapai tatanan peradabannya.

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates