Posted on 17
Januari 2012 by Pakde sofa
Pengertian
dan Peranan Ideologi
Sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi tentunya
sangat berbeda dibandingkan dengan binatang atau makhluk lainnya.
Kesempurnaannya manusia menyatu dalam potensi yang dimilikinya, yaitu memiliki
akal-pikiran, nurani dan budi pekerti. Petensi tersebut menyempurnakan
fisiknya, sehingga dapat mengarungi hidup dan kehidupannya secara lebih
ber-budaya. Perkembangan budaya manusia menekan nalurinya seminimal mungkin,
sehingga mampu berperilaku secara manusiawi.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya peranan manusia sebagai pelaku utama sangat penting. Berkaitan dengan kompleksitas kepentingan dan kebutuhan manusia (individu) atau warga negara, maka harus dijembatani dalam kesamaan visi yang menjadi barometer, landasan falsafah untuk keberlangsungan hidupnya sekaligus berfungsi sebagai dasar dan cita-cita/tujuan yang hendak dicapainya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tentunya peranan manusia sebagai pelaku utama sangat penting. Berkaitan dengan kompleksitas kepentingan dan kebutuhan manusia (individu) atau warga negara, maka harus dijembatani dalam kesamaan visi yang menjadi barometer, landasan falsafah untuk keberlangsungan hidupnya sekaligus berfungsi sebagai dasar dan cita-cita/tujuan yang hendak dicapainya.
Apa arti
Ideologi?
Istilah ideologi dalam bahasa Yunani disebut idein, artinya melihat (idea) yang berarti juga raut muka, gagasan, buah pikiran, dan logika. Disebut ideologi apabila ide atau gagasan itu dijadikan sebagai suatu sistem nilai yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bersikap dan bertindak. Ideologi erat kaitannya dengan pemikiran, nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, individu atau kelompok sosial. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan. Dengan demikian, ideologi yang menunjukkan tatanan kehidupan sangat diperlukan, karena meruapakan sebuah lukisan “keutuhan” keseluruhan masyarakat, termasuk kaitannya dengan political will masyarakat. Antara ideologi dan keyakinan politik memiliki kaitan signifikan, ideologi sebagai ekspresi keyakinan politik sekaligus sebagai tolok ukurnya yang dijadikan sandaran fondasi berpolitik.
Istilah ideologi dalam bahasa Yunani disebut idein, artinya melihat (idea) yang berarti juga raut muka, gagasan, buah pikiran, dan logika. Disebut ideologi apabila ide atau gagasan itu dijadikan sebagai suatu sistem nilai yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bersikap dan bertindak. Ideologi erat kaitannya dengan pemikiran, nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, individu atau kelompok sosial. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan. Dengan demikian, ideologi yang menunjukkan tatanan kehidupan sangat diperlukan, karena meruapakan sebuah lukisan “keutuhan” keseluruhan masyarakat, termasuk kaitannya dengan political will masyarakat. Antara ideologi dan keyakinan politik memiliki kaitan signifikan, ideologi sebagai ekspresi keyakinan politik sekaligus sebagai tolok ukurnya yang dijadikan sandaran fondasi berpolitik.
Munculnya
ideologi tentunya tidak terjadi secara instan, tetapi melalui proses yang cukup
panjang. Berkaitan dengan hal ini, David E Apter dalam bukunya Politik
Modernisasi (1987, hal 333-334). Menjelaskan pertumbuhan ideologi dalam
beberapa tahapan, sebagai berikut:
Tahap pertama, ada pertumbuhan bayangan ganda (multiple images) yang dianut oleh elite dan counter elite penguasa. Bayangan ganda ini cara-cara yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang berbeda di masyarakat dalam mengamati sosok yang berbeda dari peristiwa yang sama, memberi bobot yang berbeda terhadap apa yang mereka amati, dan memperoleh kesimpulan yang berbeda. Pada awal proses tersebut, bayangan-bayangan saling bisa diterjemahkan, yang satu kedalam yang lain, sehingga dimiliki persamaan umum tentang makna.
Tahap pertama, ada pertumbuhan bayangan ganda (multiple images) yang dianut oleh elite dan counter elite penguasa. Bayangan ganda ini cara-cara yang digunakan oleh kelompok-kelompok yang berbeda di masyarakat dalam mengamati sosok yang berbeda dari peristiwa yang sama, memberi bobot yang berbeda terhadap apa yang mereka amati, dan memperoleh kesimpulan yang berbeda. Pada awal proses tersebut, bayangan-bayangan saling bisa diterjemahkan, yang satu kedalam yang lain, sehingga dimiliki persamaan umum tentang makna.
Memang
sangat beralasan apabila ditinjau dari perspektif politik, munculnya ideologi
memiliki signifikansi dengan siapa ideolog yang menggulirkan ide-gagasan
tersebut. Karena secara riil penguasa atau pihak yang mempertahankan status quo
memiliki politicall power serta pengaruh (influence) pembasisan, maka sangat
beralasan apabila ideologi dalam pertumbuhannya dipenetrasi oleh elite atau
counter elit. Namun, walaupun demikian ideologi akan diuji kekuatan riil apakah
mampu sebagai “perekat” yang dijadikan penguasa atau justru sebaliknya
menimbulkan permasalahan baru.
Siklus
hubungan dengan masalah dan peristiwa-peristiwa lain dan mendeskripsikan satu
periode dengan makna lama yang berubah dan rakyat menjadi reseptif terhadap
makna baru. Tafsiran selektif atas “dasar ideologi” justru menciptakan, bahkan
memperbesar keluhan. Keluhan menjadi momok yang menghantui kiprah dan gerak masyarakat
atau yang dimitoskan tetapi membelenggu, menjadi satu warisan dengan derajat
ketetapan yang sulit dihilangkan. Dampaknya timbul keluhan masyarakat sehingga
menimbulkan kebencian. Di satu sisi kebencian atas kegagalan diarahkan para
pemimpin politik terhadap proyek luar, terutama rejim sebelumnya atau kekuatan
yang menjajah sebelumnya. Periode realisme pendorong memberikan peningkatan
baru dari diri serta janji pelepasan dari kebencian diri dan keraguan sosial.
Para pemimpin politik yang tampil pada khususnya, akan menterjemahkan bagaimana
kondisi-kondisi keterbelakangan dengan mencela eksploitasi atau penekanan dari
luar. Hal inilah salah satu alasan kuat sosialisme sebagai satu ideologi
khususnya di wilayah-wilayah sedang berkembang, karena sanggup menjelaskan
sebab keterbelakangan. Keterujian realisasi ideologi di masyarakat inilah yang
menjadi dasar terjadinya tahapan selanjutnya.
Tahap Kedua,
dalam lingkaran presepsi yaitu berjalannya prinsip ingatan selektif (selective
recall). Wilayah wacana yang penuh makna menyusut hanya karena sosok yang
menonjol dari masing-masing bayangan ganda tetap ada; makna kontekstual hilang.
Tahap ini menekankan bagian-bagian tidak kesepakatan sebelumnya mulai gagal
untuk saling berdialog. Ketidaksepakatan menjadi pusat antar hubungan. Setelah
beberapa waktu, apa yang disebut ambang relatif (relative threshold) berlalu.
Apa yang diingat secara selektif kini menjadi baris realita yang dirasakan, dan
tidak ada jalan kembali ke tahap sebelumnya. Dialog asli antara kelompok-kelompok
yang bertentangan dalam suatu sistem merupakan kehilangan yang tak dapat
diperoleh kembali. Masing-masing sisi melihat sudut pandang sisi yang lain
hanya cukup untuk mengesahkan posisi yang baru-baru ini dipegang.
Pada tahap
tersebut, ideologi mulai bergeser dari makna sebenarnya sehingga menjadi
kehilangan arah dan ruhnya. Pendek kata hanya merupakan kemasan yang
membelenggu serta sangat jauh dan kontradiksi dengan realitas kehidupan
masyarakat, tidak lagi sebagai fondasi yang membawa masyarakat untuk hidup
dalam tatanan ideologi itu. Sehingga terjadi pengumpulan makna pertikaian
ideologis ini oleh para individu kunci untuk melihat secara lebih jelas tingkah
laku antagonistik di dalam konteks teoritik yang lebih luas. Pencarian makna
seperti itu menentukan tujuan-tujuan, mengidentifikasi teman-teman, dan mencela
musuh-musuh. Ini periode hortatory realism (realisme pendorong). Berikutnya
datang periode yang dapat disebut periode fantasi politik (political fantasy).
Periode diiringi dengan keranjingan ideologis yang berpadu dengan
pengertian-pengertian simplistik tentang bagaimana memecahkan problema. Bakat
khusus pemimpin kharismatik untuk manipulasikan fantasi politik inilah yang
lupa bertindak menciptakan nilai-nilai kesempurnaan yang baru.
Namun, pada
tahapan ini muncul elemen utopis, maka periode fantasi politik mulai pada saat
ini, pemimpin politik menempatkan bersama program-program yang diidealisasikan
dengan kemajuan. Digambarkan suatu masyarakat baru. Kualitas jangka panjang
diperkenalkan dalam limit waktu yang tidak terbatas, sehingga kebanyakan
pemimpin politik menerapkan utopis yang menduga bahwa fantasi politik dalam
kombinasi suatu penjelasan yang masuk akal mengenai pengalaman serta
peningkatan secara moral pemecahan secara sosial dalam mengklaim kewenangan
terhadap aturan.
Tahap
terakhir, pembentukan ideologi ialah periode realisme praktis (practical
realism), dengan konsensus yang bekerja atas integrasi peran-peran tercermin
dalam kemiripan pandangan umum. Pentingnya proses ini bayangan ganda, ingatan
selektif, ambang realtif, realisme pendorong, fantasi politik, dan realisme
praktis ialah bahwa ia mengkaitkan ideologi dengan kesadaran. Kesadaran akan
keluhan dan konflik, yang secara bertahap diartikulasikan dengan cara sebegitu
rupa sehingga isu-isu terpolarisasi dan menajam. Isu-isu ini bisa mewujudkan
perasaan moral yang sangat kuat yang melekat pada indetitas individu dan
solidaritas komunitas. Kalau satu ideologi bisa dikaitkan dengan
pengertian-pengertian tersebut seperti inilah maka ia bisa menjadi satu faktor
dalam mengabsahkan kewenangan. Jika tidak, satu ideologi hanyalah sekedar tetap
sekelompok gagasan tertentu tanpa mempunyai banyak konsekuensi politik. Para
realis mendorong menentukan norma-norma moral yang baru. Fantasi politik
memperkenalkan kualitas jangka panjang yang telah digambarkan sebagai agama
atau keyakinan politik kalau suatu periode realisme praktis menyusuli, begitu
pula dalam bentuk sinisme politik. Lalu ideologi terpecah kedalam lingkaran
konflik yang baru di mana bayangan ganda terbentuk.
Dengan
demikian Apter mamandang bahwa ideologi yang lebih “vulgar”, yang lebih
simplistik dengan sasaran-sasaran programatik yang bergaya, merupakan ideologi
yang bedampak paling besar. Hal ini juga menunjukan kaitan erat dengan agama
politik dan bisa terdiri dari dogma agama politik. Ideologi modernisasi yang
paling efektif, dalam pengertian ini, adalah protestanisme dari Calvin dan
marxisme. Keduanya telah mengintegrasikan nilai-nilai kesempurnaan dan
nilai-nilai instrumental sehingga saling memperkuat satu sama lain.
Sebagaimana
deskripsi beberapa tahapan di atas, maka pada proses pembentukan itu ideologi
seharusnya memiliki hubungan yang baik dan menyenangkan antara tipe kewenangan
dalam sistem dengan penggunaannya untuk membentuk ideologi itu. Sistem
rekonsiliasi cenderung tidak tahan pada ideologi sebegitu rupa sehingga
keluhan-keluhan tidak pernah benar-benar mencapai tahap di mana individu bisa
melapaui ambang relatif atau keadaan yang semu. Kalau sistem rekonsiliasi harus
tidak membuktikan responsif dan menempatkan alienasi, maka mungkin suatu ambang
relatif bisa terlapaui, dan setelah itu keluhan-keluhan akan menjadi
fundamental dan landasan bagi sekelompok nilai-nilai kesempurnaan yang baru.
Pada tahap inilah agama atau keyakinan politik sangat penting untuk para
pemimpin. Ideologi harus ditujukan untuk mencapai tujuan perubahan yang lebih
ideal, yaitu tercapainya tatanan kehidupan ideal yang mampu menjembatani
berbagai kebutuhan serta kepentingan masyarakat penganutnya. Dengan demikian
ideologi harus mengindari manipulasi yang mengelabui atau merugikan masyarakat.
Ideologi jangan dijadikan dogma-dogma yang menipu, menyesatkan, serta menapikan
aspek manusiawi dan kesadaran manusia, tetapi ideologi harus sebagai formula
keahlian intelektual dalam analisa dengan pencarian yang pasti untuk menopang
perubahan masyarakat.
1.
Pengertian Ideologi Menurut Para Ahli
Untuk lebih memahami tentang pengertian ideologi itu, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian ideologi menurut para ahli :
§ Traccy, “Ideologi adalah suatu sistem penilaian mengenai teori politik, sosial budaya dan ekonomi”.
§ Karl Mark, Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah.
Untuk lebih memahami tentang pengertian ideologi itu, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian ideologi menurut para ahli :
§ Traccy, “Ideologi adalah suatu sistem penilaian mengenai teori politik, sosial budaya dan ekonomi”.
§ Karl Mark, Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah.
§ Ensiklopedia Polpuler Politik
pembangunan Pancasila, ideologi merupakan cabang filksafat yang mendasari
ilmu-ilmu seperti sosiologi dan politik.
§ Menurut Frans Magnis Suseno (1989. hal: 50-51). Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan berupa cita-cita sebuah kelompok yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Ideologi tertutup adalah musuh tradisi. Kalau kelompok itu berhasil merebut kekuasaan politik, ideologinya itu akan dipaksakan pada masyarakat. Pola dan irama kehidupan norma-norma kelakuan dan nilai-nilai masyarakat akan diubah sesuai dengan ideologi itu. Ideologi tertutup biasanya bersifat totaliter, jadi menyangkut seluruh bidang kehidupannya. “Dengan ideologi disini dimaksud segala macam ajaran tentang makna kehidupan, tentang nilai-nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
§ Menurut Frans Magnis Suseno (1989. hal: 50-51). Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan berupa cita-cita sebuah kelompok yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Ideologi tertutup adalah musuh tradisi. Kalau kelompok itu berhasil merebut kekuasaan politik, ideologinya itu akan dipaksakan pada masyarakat. Pola dan irama kehidupan norma-norma kelakuan dan nilai-nilai masyarakat akan diubah sesuai dengan ideologi itu. Ideologi tertutup biasanya bersifat totaliter, jadi menyangkut seluruh bidang kehidupannya. “Dengan ideologi disini dimaksud segala macam ajaran tentang makna kehidupan, tentang nilai-nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak.
§ Kenet R Hoover menyatakan bahwa
ideologi merupakan bagian yang sangat mendasar dari kehidupan politik. Menurut
beliau :
Generally, an ideology consist of idea about how power in society ought to be organized. These ideas are derived from a view of the problems and possibilities inhernt in human nature in its individual and social aspects….ideology is a crucial part of political life. (2004. hal:4-5)
Generally, an ideology consist of idea about how power in society ought to be organized. These ideas are derived from a view of the problems and possibilities inhernt in human nature in its individual and social aspects….ideology is a crucial part of political life. (2004. hal:4-5)
§ David E Apter mengatakan “ ideologi
mencakup lebih dari sekedar doktrin. Ia mengaitkan tindakan-tindakan yang khas
dan praktek-praktek duniawi dengan sejumlah makna yang lebih luas, yang memberi
penampakkan tingkah laku sosial lebih dihormati dan dihargai. Ideologi politik
merupakan penerapan dari preskripsi moral tertentu terhadap kolektivitas.
Setiap ideologi bisa menjadi politis. Hegerialisme menjadi pembenaran ideologis
bagi negara Prusia. Marxisme-Leninisme adalah ideologi masyarakat komunis.
Klaim pokok atas kedua superioritas ini terletak pada hubungan yang diduga
terdapat antara perkembangan keadaan manusia yang lebih tinggi dengan
bentuk-bentuk proses produktif yang lebih jauh lagi berkembang. (hal:327-328.
1987).
Dalam
pandangan Apter, sebuah ideologi biasanya terdiri dari pemikiran-pemikiran
tentang bagaimana untuk mengatur kekuasaan yang ada didalam masyarakat. Beliau
lebih memandang identitas dan karakteristik dari kondisi manusia, sekalipun hal
ini merupakan suatu penyangkalan bahwa semua orang berbagi sifat yang biasa.
Karakterisasi kehidupan tersebut menggunakan gambaran tentang hubungan
kekuasaan antara individu dan masyarakat. Namun Frans Magnis Suseno lebih
memandang secara filsafat, dalam pandangannya meskipun ideologi tidak lepas
dari masyarakat, namun harus dibedakan daripadanya karena juga bekerja dalam
bentuk abstrak, sebagai keyakinan atau kepercayaan seseorang yang dipegangnya
dengan teguh, kekuatan ideologi terletak dalam pegangannya terhadap hati dan
akal kita. Merangkul ideologi berarti meyakini apa saja yang termuat di
dalamnya dan kesediaan untuk melaksanakannya.ideologi memuat agar orang
mengesampingkan penilainnya sendiri dan bertindak sesuai dengan ajarannya. Di
sini dimaksudkan bukan hanya ideologi dalam arti keras dan tertutup, melainkan
setiap ajaran dan kepercayaan yang memenuhi definisi di atas. Agama pun dapat
dikelompkkan di sini.”
Kenneth R.
Hoover (1994) lebih melihat bahwa tentang spektrum ideologis itu, sisi yang
terletak disebelah kiri dihubungkan dengan keyakinan bahwa persamaan antara
orang-orang lebih penting daripada perbedaannya. Dan sisi yang terletak
disebelah kanan dihubungkan dengan keyakinan bahwa perbedaan lebih penting
daripada persamaan. Kemudian mengenai kajiannya secara sistemik, elemen-elemen
dari setiap ideologi digambarkan diantara warga negara dan masyarakat. Ideologi
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan politis. Masyarakat modern
membangun struktur otoritas yang sangat besar pada konsep kekuasaan yang
berasal dari ideologi. Dalam cakupan sistem, ideologi mencakup
pemikiran-pemikiran dari ilmu ekonomi, sosiologi, politik dan filosofi yang
menyediakan tema-tema intelektual yang bergabung dari suatu kultur. Kita tidak
bisa menentukan secara meyakinkan mengenai apakah pemikiran-pemikiran ini
memang benar-benar menentukan tindakan kita, tetapi tidak ada keraguan bahwa
setiap tindakan itu selalu terhubung dengan pemikiran.
Dari
beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, pokok persoalan ideologi-ideologi
dapat ditemukan dalam koridor pertanyaan simpel menyangkut kebebasan dan
otoritas (freedom and authority). Karena pada dasarnya manusia memiliki hak
kebebasan yang menyatu dengan kewajibannya, apa yang menapikan kebebasannya
itulah batasan kebebasan apa yang dilakukannya. Beberapa ideologi
diorientasikan untuk kekuasaan negara. Namun, berkaitan dengan perilaku
politik, ideologi berjalan secara bebas pada pertimbangan atas golongan,
kepentingan pribadi dan dinamika politik-birokrasi. Kemudian dalam kaitannya
dengan suatu keputusan, ideologi dapat memaksa pandangan dan kehendak banyak
orang kepada pokok persoalan tertentu, dan ideologi juga mampu mempengaruhi
keputusan-keputusan dalam pemungutan suara. Dengan demikian secara lebih luas
ideologi tidak hanya mampu merasuk dalam pemikiran orang banyak, tetapi meresap
terhadap aspek jiwanya yang akan tampak dalam tidakan dalam kesehariannya.
2. Peranan
Ideologi
Apa ideolog
itu?
Peran ideologi tentunya memiliki signifikansi dengan ideolog yang mencipta ideologi itu. Dalam kaitan ini paling tidak ideolog sebagai orang berjasa dalam menyalurkan gagasan untuk masyarakat, bangsa dan negara tertentu. Ideolog adalah orang yang mampu untuk melihat keadaan kemarin, sekarang dan masa depan dengan jangkauan pemikirannya. Sebagaimana dikatakan David E. Apter bahwa ideolog “merupakan orang yang membuat intelektual dan moral melompat ke depan, melalui pengetahuannya yang superior, pandangannya harus berlaku”. (1987. hal:327-328).
Ideologi mempunyai peranan urgen untuk kemajuan bangsa, karena melalui eksistensi ideologi, maka suatu bangsa akan memiliki motivasi tinggi dalam hidup dan kehidupannya, sehingga mampu mewujudkan cita-cita dan tujuannya. Apabila bangsa itu tidak mempunyai ideologi, maka bangsa tersebut dikatakan tidak memiliki tujuan yang jelas atau meskipun bangsa itu mempunyai tujuan, tetapi mereka tidak mau mencapainya. Secara ideal maka ideologi itu harus dinamis, terbuka dan tidak kaku (rigid) atau membelenggu hidup dan kehidupan masyarakat apalagi hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan para penguasa.
Secara historis masyarakat dan bangsa tentunya tidak lepas dari dinamika sosial dan politik yang terjadi. Keinginan dan tujuan manusia yang selalu menuju yang ideal tentu sangat memerlukan perekat ideologi. Sehingga Parker dan Jrlinmek (R.E Gross dan Thomas L. Dynneson: 191: 1999) ‘Think globally while acting locally’ . Pendapat tersebut mengisyaratkan agar di zaman globalisasi yang merupakan buah dari akal budi manusia ini kita harus mampu untuk berpikir global dan bertindak secara lokal atau spesifik. Urgensi ideologi dalam hal ini tentunya akan senantiasa diuji dalam dirinya serta realisasinya. Secara umum peran ideologi dalam politik dapat dijelasakan dalam batasan-batasan berikut:
§ Sebagai visi yang hendak dicapai oleh bangsa
Nilai fundamental yang dapat mengatur dan mengarahkan masyarakat dalam mencapai tujuan ideal bangsa.§
§ Mampu menjadikan perekat yang memperkuat persatuan dan kesatuan masyarakat bangsa.
Pada masa modernisasi memang persoalan kegoncangan ideologi merupakan masalah umum. Secara khusus hancurnya tradisi kewajiban sudah terjadi sangat general di berbagai komunitas. Kondisi demikian sebagaimana peralihan atau tahapan yang dikemuakakan Alvin Topler mulai dari masyarakat tradisional, industri dan era teknologi informasi. Pengelompokkan korporasi di masyarakat yang sedang menjadi industri menjadi unit kontinuitas, dengan peran individu yang diturunkan dari padanya. Peran-peran bersifat birokratik, diatur oleh perusahaan tertentu dan memperoleh kewajian-kewajiban dari sekelompok aturan perusahaan tersebut.
Peran ideologi tentunya memiliki signifikansi dengan ideolog yang mencipta ideologi itu. Dalam kaitan ini paling tidak ideolog sebagai orang berjasa dalam menyalurkan gagasan untuk masyarakat, bangsa dan negara tertentu. Ideolog adalah orang yang mampu untuk melihat keadaan kemarin, sekarang dan masa depan dengan jangkauan pemikirannya. Sebagaimana dikatakan David E. Apter bahwa ideolog “merupakan orang yang membuat intelektual dan moral melompat ke depan, melalui pengetahuannya yang superior, pandangannya harus berlaku”. (1987. hal:327-328).
Ideologi mempunyai peranan urgen untuk kemajuan bangsa, karena melalui eksistensi ideologi, maka suatu bangsa akan memiliki motivasi tinggi dalam hidup dan kehidupannya, sehingga mampu mewujudkan cita-cita dan tujuannya. Apabila bangsa itu tidak mempunyai ideologi, maka bangsa tersebut dikatakan tidak memiliki tujuan yang jelas atau meskipun bangsa itu mempunyai tujuan, tetapi mereka tidak mau mencapainya. Secara ideal maka ideologi itu harus dinamis, terbuka dan tidak kaku (rigid) atau membelenggu hidup dan kehidupan masyarakat apalagi hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan para penguasa.
Secara historis masyarakat dan bangsa tentunya tidak lepas dari dinamika sosial dan politik yang terjadi. Keinginan dan tujuan manusia yang selalu menuju yang ideal tentu sangat memerlukan perekat ideologi. Sehingga Parker dan Jrlinmek (R.E Gross dan Thomas L. Dynneson: 191: 1999) ‘Think globally while acting locally’ . Pendapat tersebut mengisyaratkan agar di zaman globalisasi yang merupakan buah dari akal budi manusia ini kita harus mampu untuk berpikir global dan bertindak secara lokal atau spesifik. Urgensi ideologi dalam hal ini tentunya akan senantiasa diuji dalam dirinya serta realisasinya. Secara umum peran ideologi dalam politik dapat dijelasakan dalam batasan-batasan berikut:
§ Sebagai visi yang hendak dicapai oleh bangsa
Nilai fundamental yang dapat mengatur dan mengarahkan masyarakat dalam mencapai tujuan ideal bangsa.§
§ Mampu menjadikan perekat yang memperkuat persatuan dan kesatuan masyarakat bangsa.
Pada masa modernisasi memang persoalan kegoncangan ideologi merupakan masalah umum. Secara khusus hancurnya tradisi kewajiban sudah terjadi sangat general di berbagai komunitas. Kondisi demikian sebagaimana peralihan atau tahapan yang dikemuakakan Alvin Topler mulai dari masyarakat tradisional, industri dan era teknologi informasi. Pengelompokkan korporasi di masyarakat yang sedang menjadi industri menjadi unit kontinuitas, dengan peran individu yang diturunkan dari padanya. Peran-peran bersifat birokratik, diatur oleh perusahaan tertentu dan memperoleh kewajian-kewajiban dari sekelompok aturan perusahaan tersebut.
Apabila
ikatan-ikatan pribadi diperlemah dan kewajibannya itu sendiri tidak, maka akan
menjadi semakin kontraaktual, teratur dan kuat. Peran-peran tersebut dikatakan
sebagai karir atau profesionalisasi. Dalam pandangan Kenneth R. Hoover (1994.
Hal 336), :
“Para pemegang peran inilah yang menjadi anggota kemampanan dalam periode modern, dengan seluruh pernik-pernik profesionalismen: kode etik; sekelompok klub atau asosiasi yang mewujudkan kode dan standar tingkah laku; dan kekuasaan untuk mempengaruhi kondisi-kondisi penerapan. Peran karir mempunyai kekuasaan, tetapi jarang peran kekuasaan perse. Pada sisi positifnya, profesionalisme menghasilkan kerendahan hati dan disiplin pada rakyat yang menyebabkanya dicap”manusia organisasi” dengan semua implikasi negatif dan positif dari ungkapan tersebut. “Peran-peran karir birokratik dan peran-peran profesional tipikal masyarakat industri”.
“Para pemegang peran inilah yang menjadi anggota kemampanan dalam periode modern, dengan seluruh pernik-pernik profesionalismen: kode etik; sekelompok klub atau asosiasi yang mewujudkan kode dan standar tingkah laku; dan kekuasaan untuk mempengaruhi kondisi-kondisi penerapan. Peran karir mempunyai kekuasaan, tetapi jarang peran kekuasaan perse. Pada sisi positifnya, profesionalisme menghasilkan kerendahan hati dan disiplin pada rakyat yang menyebabkanya dicap”manusia organisasi” dengan semua implikasi negatif dan positif dari ungkapan tersebut. “Peran-peran karir birokratik dan peran-peran profesional tipikal masyarakat industri”.
Apabila
jaringan kewajiban pembentuk masyarakat terpecah di dalam satu periode
perubahan, aspek pemeliharaan dari eksistensi manusia perasaan atau keyakinan
(trust) menerima warisan dari masa lampau harus secara hati-hati diantisipasi
dan dijaga. Karena apabila warisan tersebut hilang, akan berakibat pada suatu
keasyikkan yang mendalam dengan diri dan penonjolan diri dan sama sekali
membunuh proyeksi manusia dalam menciptakan dan mencapai tatanan peradabannya.
0 comments:
Post a Comment